'Ain dan Hasad


Pada setiap diri manusia pasti ada setan yang menyertainya. Jika setan mendengar ucapan kita,maka ia akan mentransfernya. Misalnya kita mengatakan,”Si Fulanah sangat cantik” maka ketika itu setan akan menyambar perkataan tersebut kemudian mentransfernya kepada korban ‘ain. Jika orang tersebut (s ikorban) tidak membentengi diri dengan berbagai macam dzikir, maka ‘ain bisa menimpa dirinya. Penyakit ‘ain terkadang bisa membunuh atau menimbulkan penyakit bagi korbannya. Lalu, apakah ‘ain itu? Apa bedanya dengan hasad?

Pengertian ‘ain
Pandangan mata, atau diistilahkan dengan ‘ain, adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang dianggap bagus disertai dengan kedengkian yang muncul dari tabiat yang jelek sehingga mengakibatkan bahaya bagi yang dipandang. (Fathul Bari, 10/210)
“’Ain itu benar adanya. Seandainya ada sesuatu yang dapat mendahului takdir, tentu akan didahului oleh ‘ain. Apabila kalian diminta untuk mandi, maka mandilah.” (Shahih, HR. Muslim no. 2188, Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, 1/164-165)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan, hadits ini menjelaskan bahwa segala sesuatu terjadi dengan takdir Allah , dan tidak akan terjadi kecuali sesuai dengan apa yang telah Allah takdirkan serta didahului oleh ilmu Allah tentang kejadian tersebut. Sehingga, tidak akan terjadi bahaya ‘ain ataupun segala sesuatu yang baik maupun yang buruk kecuali dengan takdir Allah . Dari hadits ini pula terdapat penjelasan bahwa ‘ain itu benar-benar ada dan memiliki kekuatan untuk menimbulkan bahaya. (Syarh Shahih Muslim, 14/174)
‘Ain dapat terjadi dari pandangan yang penuh kekaguman walaupun tidak disertai perasaan dengki (hasad). Demikian pula timbulnya ‘ain itu tidak selalu dari seseorang yang jahat, bahkan bisa jadi dari orang yang menyukainya atau pun orang yang shalih. (Fathul Bari, 10/215)

Pengertian Hasad
Ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan hasad. Namun inti ungkapan mereka, hasad adalah sikap benci dan tidak senang terhadap apa yang dilihatnya berupa baiknya keadaan orang yang tidak disukainya. (Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyyah , 10/111)
An-Nawawi rahimahullah berkata: “Hasad adalah menginginkan hilangnya nikmat dari yang memperolehnya, baik itu nikmat dalam agama ataupun dalam perkara dunia.” (Riyadhush Shalihin, Bab Tahrimil Hasad, no. 270)

‘Ain dan Hasad
  1. Pendengki (al hasid) lebih umum daripada orang yang menimpakan ‘ain (al ‘ain). Seorang pendengki belum tentu juga sebagai penebar ‘ain. Kadang, seseorang mendengki (hasad) tanpa menimpakan ‘ain padanya/tanpa mencelakakannya. Karena itu dalam surat Al Falaq disebutkan permohonan perlindungan dari dari pendengki.
 “Rasulullah senantiasa berlindung dari jin dan pandangan manusia, hingga turun surat Al-Falaq dan surat An-Naas. Ketika keduanya telah turun, beliau menggunakan keduanya dan meninggalkan yang lainnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2059 dan Ibnu Majah no. 3511)
Jika seorang muslim sudah memohon perlindungan dari keburukan pendengki, maka otomatis sudah termasuk memohon dari keburukan orang yang menimpakan ‘ain. Adapun ‘ain, terkadang ia juga berasal dari orang sholih.
  1. Ada kesamaan dalam beberapa hal antara hasad dan ‘ain. Begitu pula ada beberapa hal yang berbeda antara keduanya.
    1. Sumber perkara. Dengki bersumber dari terbakarnya hati karena melimpahnya nikmat atas orang yang didengki, sehingga si pendengki mengharapkan hilangnya nikmat dari orang yang didengki. Sedangkan ‘ain, sumbernya adalah ketakjuban dan kekaguman.
    2. Pendengki bisa mendengki sesuatu yang diprediksi bakal terjadi sebelum sesuatu itu terjadi, sedangkan penebar ‘ain hanya dapat mengarahkan ‘ain terhadap sesuatu yang sudah ada
    3. Pendengki mengkondisikan dirinya, dan mengarahkan pandangan jiwanya terhadap orang yang didengki baik orang itu ada di hadapannya atau tidak. Sedangkan ‘ain, jiwanya mengkondisikan sedemikian rupa saat beratatapan muka saat melihatnya.
Cara Mengobati ‘ain
  1. Jika penebar ‘ain sudah diketahui, maka disuruh untuk mandi, berwudhu, dan berkumur-kumur, sebagaimana sabda Rasulullah -shalallahu 'alaihi wasallam-“Jika di antara kalian diminta mandi (karena) menimbulkan atau tertuduh menebarkan ‘ain , maka mandilah”. Dan sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Penebar ‘ain diperintahkan mandi, dan yang terkena ‘ain pun mandi (dengan menggunakan air bekas penebar ‘ain) (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Syaikh Al Bani mengomentari bahwa sanadnya shohih). Adapun jika penebar ‘ain menolak untuk mandi, maka disarankan untuk mengambil atsarnya (bekas sentuhan tubuhnya) sebagaimana pernyataan Syaikh Ibnu ‘Utsaim,”Sekiranya diambil peci penutup kepalanya/handuknya yang basah, niscaya akan memberikan manfaat untuk menghilangkan pengarunya.
  2. Jika penebar ‘ain tidak diketahui. Ada banyak cara dalam mengobati ‘ain jika penebarnya tidak diketahui, ditemukan juga beberapa cara yang tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah -shalallahu 'alaihi wasallam-. Salah satu cara dalam mengobati ‘ain adalah dengan ruqyah syar’iyyah sebagaimana sabda Rasulullah -shalallahu 'alaihi wasallam-“Rasulullah -shalallahu 'alaihi wasallam- memerintahkan untuk melakukan ruqyah, yaitu pengobatan dengan Al Qur’an dan dzikir-dzikir kepada Allah, terhadap orang yang terkena ‘ain. Beliau memerintahkan hal itu pula kepada istri beliau, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Rasulullah -shalallahu 'alaihi wasallam- memerintahkannya untuk melakukan ruqyah dari ‘ain.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5738 dan Muslim no. 2195). Jika penderita mengeluhkan sakit, maka hendaknya ia mengusap tangannya pada bagian yang sakit. Hendaknya ia membaca surat Al Falaq dan An Naas lalu ditiupkan di tangan dan diusapkan pada bagian yang terasa sakit. Hendaknya ia juga selalu membaca sutar An Naas, Al Falaq, dan Al Ikhlash setiap menuju tempat tidur.
Cara Mencegah ‘Ain

Untuk mencegah diri sebagai penebar ‘ain –karena penebar ‘ain bisa jadi berasal dari seseorang yang sama sekali tidak mendengki- adalah dengan ucapan yang terdapat dari hadist-hadist yang shohih seperti Barokallohu atau Barokallohu fih (semoga ALLAH memberkahinya), atau ala barokta (mengapa engkau tidak mendo’akan keberkahan padanya)? Tidak ditemukan ucapan Masya ALLAH karena ucapan ini berarti meminta keberkahan untuk diri sendiri, seperti yang tercantum dalam surat Al Kahfi
“Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu,’Masya’ALLAH .. “(QS Al Kahfi:18)

Untuk menghindarkan diri dari penebar ‘ain adalah dengan berkomitmen untuk senantiasa membentegi diri dengan dzikir pagi dan petang atau dengan membaca surat AL Falaq, An Naas dan Al Ikhlash, insyaALLAH kita akan senantiasa berada dalam lindungan ALLAH SWT.

-dari berbagai sumber-
Wallohu a’lam bish showab. Semoga bermanfaat

0 Responses