Jalan Sunyi Sang Pejuang



           Saya ingin bercerita padamu tentang Eurico Gutteres. Siapakah dia? Eurico Gutteres adalah seorang mantan panglima pro integrasi di Timor – timur. Beliau bisa dibilang baru saja keluar dari penjara karena korban penegakan hukum yang, menurut saya, nggak pada tempatnya. Gimana nggak gitu lha wong beliaunya mbela – mbelain Indonesia koq malah yang dipenjara.. piye tho !! tapi beliaunya nggak marah apalagi dendam sama orang – orang Indonesia coz beliau sedang menjalankan or mentaati hukum (Subhanallah .. ).

Berulang kali aku berdecak kagum dengan beliau. Kecintaannya pada NKRI membuat beliau merasa tidak berhak menuntut banyak dari negara ini.
Kata beliau “ Seorang pejuang tidak akan pernah menuntut terhadap apa yang diperjuangkannya, saya bukanlah seorang pejuang tetapi hanya meneruskan perjuangan”.
Bahkan saat ditanya menyesal atau tidak membela negara ini beliau mengatakan” Saya tidak menyesal, rakyat Timor – timur (yang pro integrasi) pun tidak menyesal, tapi mungkin negara merasa menyesal memiliki kami”.
Untuk memperjuangkan sesuatu memang butuh pengorbanan .. dan pengorbanan itu bukan main – main. Bukankah dengan dipenjara selama kurang lebih 1 tahun 11 bulan beliau sedang berkorban? Kemerdekaannya terampas begitu saja dan beliau tidak menuntut balik. Bahkan istri pun rela ia tinggalkan karena tidak mau ikut membela NKRI,.. saya jadi teringat kisahnya Handzalah.. yang rela meninggalkan malam pertamanya demi panggilan jihad. Hingga ia syahid di medan jihad dan dimandikan oleh malaikat saat itu. Ya, mengesampingkan nafsu demi kemenangan prinsip. Handzalah lebih mencintai ALLAH dan RosulNya daripada istrinya sendiri.. dia benar-benar meletakkan cinta pada porsinya. Begitu juga dengan Gutteres ni, beliau lebih mencintai negara ni daripada istrinya sendiri.. nasionalismenya tinggi ya.. coba kalau orang seperti ini masuk Islam, pasti rasa cinta pada NKRI akan diimbangi juga dengan cinta kepada ALLAH sehingga cintanya pada negara ni nggak sia- sia. N I’m really sure beliau kan jadi pecinta ISLAM sejati. Karena saya pernah baca sabda Rosul SAW bahwa orang yang berjaya di masa jahiliyyahnya, maka kan berjaya di Islam pula..

Simpel tapi Mengikat


    Ini kisah dari kakak laki-lakiku. Kali ini aku sedang berdamai dengannya, hehe. Minggu ini musimnya mudik, dan kakakku ini memilih untuk naik kereta api menuju rumah nenekku di Nganjuk. Hari itu kereta penuh sesak. Terpaksa kakakku ini harus rela duduk di pinggiran pintu kereta.
          Tak lama kemudian seorang laki-laki yang seumuran dengannya duduk di sampingnya. Entah ada angin apa tiba-tiba laki-laki ini menyapanya dan bercerita tentang dirinya. Ia seorang muallaf, yang diusir dari orang tuanya karena mempertahankan keislamannya itu.
Sampai saat itu yang dilakukan orang ini adalah numpang dari kos teman 1 ke tman yang lain sambil berusaha mencari pekerjaan. Ramadhan ini adalah Ramadhan pertamanya, dan untuk pertama kali pula ia ditelantarkan orang tuanya. Saat ditanya kenapp memeluk Islam dan rela bertahan walaupun keluarga tidak menyetujuinya.
“Saya menemukan kedamaian dalam Islam. Sempat waktu kecil saya diajak sholat sama teman-teman saya, dan saat sujud entah kenapa saya menangis” tuturnnya.
Butuh waktu 1 tahun untuk dia belajar Islam dan memantapkan diri sebagai seorang muslim.
”Islam itu simpel tapi mengikat”. itulah kata-kata yang kutangkap.
 Belajar dari pengalaman kakakku ini, sejenak aku terhenyak, sontak terkaget-kaget dengan ucapan seorang muallaf yang sarat makna ini. ”Simpel tapi mengikat”. Bukankah syahadat itu simpel, mudah mengucapkannya. Dengan mengucap syahadat kita sudah terikat dalam agama Islam sekaligus aturan-aturan di dalamnya. Simpel tapi mengikat
Simpel tapi mengikat. Sholat itu simple, gerakannya mudah, bacaannya juga tidak sulit, dilakukan hanya 5 kali dalam sehari. Simpel. Tapi sholat itu wajib, wajib bagi kita yang sudah mengikrarkan diri sebagai muslim selama kita masih hidup. Betapa tidak, bagi yang sakit bisa sholat dengan duduk, jika tidak bisa, berbaring, dan jika memang sakitnya parah menggunakan isyarat. Bahkan kematian muslim pun ditutup dgn dishalatkan. Jika kita dalam perjalanan, bisa sholat dalam perjalanan atau dengan dijama’ dan atau diqoshor. Ada juga cara sholat saat kita dalam peperangan. Simpel tapi mengikat.
Simpel tapi mengikat. Zakat itu simpel, kita hanya diwajibkan memberi harta kita, berbagi pada sesama, berbagi kebahagiaan dengan takaran yg kecil. Dengan memberi ada kepedulian, ada rasa kasih sayang yang bisa mengikat hati-hati kita, mempererat ukhuwah Islamiyah. Simpel tapi mengikat.
Simpel tapi mengikat. Puasa itu simpel , kita hanya diutus menahan lapar, dahaga serta hawa nafsu sejak fajar hingga terbitnya matahari. Dengan puasa sebenarnya kita sedang mengikat hawa nafsu, mengikat sifat-sifat setan yang seringkali muncul dan berakibat pada timbulnya kemaksiatan dan mengundang murkaNya ALLAH. Simpel tapi mengikat.
Simpel tapi mengikat. Naik haji bila mampu. Ada kata bila mampu di sana. Simpel. Tidak ada kata mengharuskan karena memang untuk naik haji membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tapi mengikat bagi mereka yang mampu. Simpel tapi mengikat.
Islam itu simpel khan??!! Jadi apa yang menghalangimu untuk berislam dengan benar saudara-saudaraku (buat aku terutama.
Saatnya bangga berislam dan menyempurnakan keislaman kita ”Isyhadu bi anna muslimuun” (Saksikan bahwa aku seorang muslim)

Energi Keikhlasan Itu ..


Sore itu dengan terpaksa aku harus ke kampus, ya terpaksa, karena aku harus memberi makan ‘anak-anak’ baru yang kubeli di Situbondo demi menyelesaikan studiku dan aku tidak ingin mereka mati lagi karena itu berarti aku harus ke Situbondo lagi .. tidaaaaaaaaaaak. Dan karena jarak rumah dengan kampusku tidak dekat. Harus berjalan sekitar 1 km untuk mendapat angkot dan musti oper pula. Hehe banyak alesan banget yak!
Saat itu hujan deras, di rumah ada ayah dan kakak laki-lakiku, tapi ayahku sedang nyenyaknya istirahat dan aku tidak tega mengganggu tidur beliau. Dengan sedikit berat hati aku meminta kakak laki-lakiku ini untuk mengantarku ke tempat dimana aku bisa menunggu angkot.
Akan tetapi dengan lantangnya ia menjawab, “udan ngono .. ayah ae lho .. “(hujan gitu, ayah saja, red).
Aku hanya bisa mencibir dan menggerutu,”Iiih ni orang, ayah kan capek! Masak nganter adeknya sendiri yang paling manis ini nggak mau, dasar!”.
Akhirnya dengan berat hati dan ucapan, “Bismillahirrohmanirrohim .. luruskan niat!! Lurus!!” aku berangkat dengan wajah pias, pamit kepada ibuku yang cuma bisa bertanya-tanya kenapa nggak minta diantar. 
Bekal perjalananku saat itu cuma uang 10ribu di kantong, karena kupikir cukuplah buat naik angkot 2 kali pulang pergi dan sebuah payung yang cukup besar untuk orang sekecil aku. Kali ini aku memilih jalan yang kusebut “behind the scene” karena jalan ini adanya di bagian belakang perumahanku yang bisa tembus ke jalan raya dengan melewati pemakaman, TK, SMP, dan sebuah panti asuhan.
Sepertinya tak banyak angkot yang akan lewat di depanku, orang-orang yang lewat hanya memandangiku heran sekaligus kasihan (mungkin ..). Melihat gadis manis bawa payung hujan-hujanan di pinggir jalan pula.
Hey, apa tampangku ini tampang melas ya? 
Lama aku menunggu penuh ketidak pastian, mungkin hampir 30 menit. Sebuah taksi melintas agak perlahan, aku sempat berpikir ..
“Kalaulah naik taksi itu seharga naik angkot .. pastilah aku lebih memilih naik taksi”(khayalan tingkat tinggi).
Tanpa kusadari perlahan taksi itu berputar arah kemudian mendekatiku dengan kacanya yang sedikit diturunkan. Seorang bapak, yaaa.. mungkin sekitar 30 tahunan bertanya padaku
“Dek, mau kemana?. Jalan besar yang di sana ta? Sini saya antar, angkotnya sedang sepi kalau di sini”
“He?” aku tercengang dan menjawab dengan lugunya, ”Saya nggak punya uang Pak, terima kasih”
“Ndak papa dek, nggak usah bayar” jawab bapak itu
Ada rasa bingung sekaligus terharu dengan tawaran bapak itu, fillingku mengatakan orang ini baik, dan anehnya tanpa ba bi bu lagi dan berucap bismillah aku langsung naik ke dalam taksinya. Mungkin orang akan bertanya-tanya kenapa dengan begitu mudah aku menerima tawaran bapak itu, tapi saat itu aku hanya menuruti nuraniku, hanya itu.
Setelah aku masuk, bapak ini mulai angkat bicara,”Saya ini paling nggak tega kalau lihat orang perempuan sendirian apalagi kalau ibu-ibu, jadi ingat ibu saya, saya lihat adek jadi ingat adek perempuan saya, adek mau kemana?”
“Ke kampus”,jawabku singkat.
“Dimana?” tanyanya lagi. “Di Brawijaya, Pak.
Ada sedikit penyesalan dalam hatiku, hatiku berbisik ”Hey!kau ini perempuan, mana prinsipmu itu huh?”. Sejenak aku berpikir,” ini darurat,InsyaALLAH nggak papa .. ALLAH Maha Tahu”. Meskipun aku mencoba tenang tapi kegelisahanku rupanya ditangkap oleh bapak ini.
 “Saya ini sering ditolong orang dek, jadi apa salahnya saya nolongin orang” ceritanya. ”Taksi ini ada nomor lambungnya dek,” sambil menunjuk angka yang tergambar di depan. “Kalau saya berbuat jahat tinggal telpon polisi, sebut nama taksi dan nomer lambungnya, ketahuan nanti siapa yang nyetir” sambil mencoba menenangkanku. Dan bapak ini dengan sukses menenangkanku.
Kami pun mengobrol sepanjang perjalanan. Bapak ini sudah menikah dan punya 2 putra. Keluarganya tinggal di Malang. Tapi beliau biasa berkeliling Indonesia untuk sebuah proyek. Pekerjaannya sebagai supir taksi ini bisa dibilang baru dan pekerjaan sambilan sembari menunggu datangnya proyek. Adik perempuannya lulus setahun yang lalu dan sekarang sudah bekerja.
Aku terhenyak dan terharu, di tengah hiruk pikuk orang-orang yang sibuk memikirkan diri sendiri bapak ini dengan tulus menolong orang lain yang dianggapnya sebagai ‘balas budi’ orang-orang yang pernah menolong beliau.
Aku diturunkan di terminal Arjosari, untuk memudahkanku, kata bapak ni, lagipula beliau juga menuju terminal. Beberapa anak remaja berlarian membawa payung sembari berkata,”Payung .. payung”. Bapak ini tersenyum dan berkata ”Adek-adek ini ..”
Aku turun dari taksi sembari mengucapkan terima kasih dan salam. Salam penghuni surga untuk bapak yang baik hati.
Perjalananku tidak terhenti sampai di situ, sepanjang jalan menuju angkot aku berpikir dan terus berpikir .. bagaimana aku bisa membalas jasa bapak yang baik itu .. hanya dengan do’a .. cukupkah ???
Seorang nenek berteduh di bawah pohon sembari menunggu angkot yang melintas, ia melihatku dan sontak berkata ”Sini lho nak ..”. aku tersenyum dan mendekatinya.
“Mau kemana nak?” tanya si nenek
“Ke kampus bu, di Brawijaya” jawabku sambil sesekali tersenyum.
“Naik apa?” tanyanya lagi.
AL bu” jawabku singkat. “Ibu mau kemana?” tanyaku
“Ke Pasuruan, tempat anak ibu” jawab beliau.
Aku sedih, dalam hati aku bertekad tidak akan membiarkan orang tuaku seperti nenek ini.
“Saya mau ke kamar mandi, bisa antar saya?” tanya nenek itu. “Oh ya bu” jawabku. Dengan cekatan aku membuka payungku dan mengantarkan nenek ke kamar kecil yang berada sekitar 5 meter dari tempat kami berdiri. Alhamdulillah .. payung lebar ini berguna juga akhirnya.
Seusai dari kamar kecil aku mengantar nenek sampai tempat dimana bus kecil ke Pasuruan biasa bertengger (hehe,emang burung??). Nenek itu tersenyum sembari berucap,”Terima kasih, nak”. “Ya bu”, jawabku singkat.
Aku tersenyum puas, setidaknya bisa dibilang aku sudah membalas jasa bapak supir tadi. Energi kebaikannya tidak mengendap padaku dan aku sangat senang. Keikhlasan bapak itulah yang bisa membuatku seperti ini.
Pukul 17.25 aku baru naik angkot. “Wah wah .. pasti sampainya maghrib” pikirku. Dalam angkot aku mengingat kembali peristiwa tadi sembari tersenyum geli, “Seperti drama” pikirku. Subhanalloh .. aku sangat bersyukur dipertemukan dengan orang-orang yang baik seperti bapak supir, nenek, dan masih banyak sekali orang-orang baik yang kutemui di perjalanan. Itulah seninya jalan kaki sodara-sodara ..
Dalam rasa haru yang sangat .. hiks