Tulus Besar


Desa Tulus Besar. Karena ketulusanlah seseorang itu kemudian bisa menjadi besar. Itulah sedikit pelajaran yang bisa saya ambil pada Hari Jum’at yang barokah ini. Adalah Bapak Hudi, salah seorang pemiliik sebuah CV yang mengolah cangkang rajungan menjadi tepung di Desa Tulus Besar, Tumpang, Malang yang membuat saya kagum dan kemudian kenyang akan ilmu yang diberikannya. Pertama kali bertemu dengan beliau, sosok Bapak ini terlihat agak menyeramkan, ternyata setelah beliau mulai berbicara, tidak tanggung-tanggung, berton-ton ilmu yang dikeluarkan oleh beliau membuat saya terhenyak, tersenyum, dan terkagum kagum pada beliau.
 Bapak Hudi yang notabene ’hanya’ lulusan SMA mampu membuat saya berdecak kagum akan ketulusan dan kesungguhan beliau untuk mensejahterakan orang-orang di sekitarnya. Keinginannya membangun sebuah CV itu bisa dikatakan bermula dari sebuah ayat yang menjelaskan bahwa tidak ada yang sia – sia di muka bumi ini.. (Robbana maa kholaqta haadza baathila). Cangkang rajungan yang sebenarnya hanya limbah, diolah beliau menjadi tepung dan diekspor sampai ke manca negara. Usaha yang beliau dirikan tersebut mampu menampung puluhan pekerja yang kebanyakan adalah penduduk sekitar. Usaha yang dijalankan oleh Bapak Hudi baru-baru ini sudah merambah pada pengolahan pupuk organik dan ekspor daun tebu yang sudah kering. Selain itu, wilayah distribusinya sudah meluas kemana-mana.
Kekaguman saya bertambah-tambah manakala mendengar cerita beliau yang mengindikasikan bahwa beliau adalah seorang pembelajar sejati. Bapak Hudi juga adalah seorang yang bekerja di proyek. Profesi ini beliau dapatkan akibat kesungguhannya belajar otodidak semenjak menjadi kuli bangunan. Saat para tukang istirahat atau pulang, maka yang dilakukan Bapak Hudi adalah menghitung-hitung berapa jumlah bata, semen, atau bahkan pasir yang digunakan tiap meter perseginya. Begitu terus setiap harinya, setiap beliau bertemu dengan orang-orang yang ’bertitel’ maka yang dilakukan beliau adalah mendengar dan meminta sedikit ilmu untuk kemudian beliau terapkan. Walaupun bukan seorang lulusan pondok pesantren, aku beliau, sedikit ilmu yang beliau punya ingin langsung diterapkan di lapangan, itulah yang menurut saya kemudian menjadikan usaha beliau menjadi berkah. Beliau bisa menghidupi keluarga, orang – orang sekitar bahkan secara rutin menyumbang anak – anak yatim piatu. Beliau berujar, ”Nggak usah banyak, yang penting ada terus setiap hari yang diberikan ke orang lain.. yang penting istiqomahnya itu lho”. Pesan moral yang sebenarnya ingin beliau sampaikan adalah ketulusan untuk memberi, kerendahan hati, keistiqomahan, ilmu yang kemudian diterapkan, rasa syukur dan qona’ah, dan menjadi pembelajar sejati dalam kampus kehidupan.

Kultwit Salim A. Fillah #Jamil



Dalam Quran yang mulia; 3 kali kata ‪#Jamil {bagus, indah, jelita} disebut sebagai cara melaksanakan perintah Allah pada Nabi & ummatnya. Penyebutan pertama; {QS 15: 85}; sifat ‪#Jamil mengiringi perintah berlapang dada untuk memberi kemaafan; "Fashfahish shafhal jamil."Maka lapangkanlah dada untuk memaafkan mereka dengan kemaafan yang ‪#Jamil [bagus, indah, jelita].." {QS 15: 85}.  Ibn Katsir menafsirkan ‪#Jamil dalam ayat ini dengan {QS 43: 89} "Fashfah 'anhum wa qul salaam.." yakni, "Dan ucapkan salam nan damai."Syaikh Muhammad 'Ali Ash Shabuni memaknai ‪#Jamil dalam kelapangan dada kala memaafkan sebagai; "Pemberian maaf tanpa disertai celaan."

Penyebutan ‪#Jamil yang kedua termaktub dalam {QS 70: 5} sebagai petunjuk pelaksanaan perintah bersabar; "Fashbir shabran jamiila."Maka bersabarlah engkau dengan kesabaran yang ‪#Jamil [bagus, indah, jelita]." {QS 70: 5} Yakni, ujar Ibn Katsir, sabarlah hai Muhammad atas pendustaan mereka pada seruanmu, permintaan mereka agar 'adzab didatangkan, & keyakinan mereka bahwa 'adzab takkan terjadi. Dan hendaknya kesabaranmu itu ‪#Jamil; yaitu, ujar Ash Shabuni; kesabaran yang tidak disertai keluh kesah, penyesalan, & pengandaian. Kesabaran ‪#Jamil itu; tanpa kesana-kemari mengisahkan, tanpa menyesali kebaikan yang ditunaikan, & tanpa berandai begini maupun begitu.

Menjaga Hati

Sebuah tulisan yang sebenarnya ditujukan pada kaum Adam, tapi juga layak dikonsumsi kaum Hawa. Diambil dari sebuah blog yang semoga menginspirasi dan menguatkan tekad untuk senantiasa menjaga hati:)





Jangan dulu biarkan guratannya terlalu dalam jika permaisuri itu, sang pribadi sholihah, telah melunakkan hati ini. Mudah sekali namanya tergurat, terukir, dan termemorikan, tapi jangan terlalu dalam. Jika namanya mulai datang, mungkin guratannya akan terasa menggetarkan tapi jangan sampai terlalu, jangan sampai hati ini lepas dari Penggenggamnya, nanti bukan cinta namanya.