Hujan
Hujan itu menyenangkan bagiku,
bukan karena bisa hujan-hujanan di tengah hujan, tapi yang menyenangkan adalah
tatkala aku berada di tengah hujan tapi tak basah, rasakanlah, kau hanya
merasakan rintik hujan itu di tangan dan kakimu dan sesekali terpercik ke
mukamu, itu menyenangkan walapun dingin kadang menusuk-nusuk kaki dan tangan,
tapi di tengah hujan tetaplah nyaman, tanpa takut kan sakit tanpa takut akan
terluka.
Memandang hujan menjadi sesuatu yang menyenangkan, menyenangkan jika hujan itu
serupa rerintik yang bersambung sambung, ia membasahi bumi, membungkus kota
dengan air yang tercurah dari langit, menyegarkan yang kering, membersihkan yang
kotor. Saat hujan adalah saat yang tepat untuk banyak-banyak berdoa, berdoa untuk
diri, keluarga, cita-citamu, dan tentu saja memohon kebaikan hujan agar hujan
tidak menjelma menjadi bencana tak berkesudahan. Bau hujan itu menyenangkan,
bau air yang meresap di tanah memunculkan bau yang segar .. debu-debu membeku,
menyatu dengan tanah membentuk padatan sekaligus becek, tapi baunya
menyenangkan.
Hujan adalah ‘pelampiasan’. Ia
menggantung lama di awan, ia seketika turun ke bumi, ia dicurahkan karena
titik-titik air itu telah banyak
menggumpal di awan. Awan lelah menampungnya, ianya turun dengan rintik ataupun
dengan derasnya. Air itu mulanya hanya di danau, di rawa, di laut atau di sungai-sungai.
Ia naik ke awan karena panas, karena suhu yang membuatnya naik ke awan,
menggumpal dan kemudian turun ke bumi sebagi rahmat, dalam keadaan suci dan mensucikan,
hadirnya membawa riang para perindu kesegaran alam, bumi tidak lagi kering,
bumi tidak lagi gersang, ia naik dengan panas, turun bersamaan dengan turunnya
suhu di sekitar. Naik dengan panas turun dengan dingin.
Tak ada yang memaksa titik air
itu kemudian naik ke awan, ia naik karena suasana yang mengharuskannya naik,
dan pada akhirnya harus turun dalam keadaan suci, siap ditabur di daerah lain
setelah lama mengantung di awan-awan. Mulanya ia mungkin air di comberan,
mulanya ia mungkin air di sungai, mulanya mungkin ia hanya genangan air di
jalan-jalan, lalu panas membuatnya naik ke awan- mengendap di sana, menggantung
lama, tertiup angin kesana kemari, angin
yang tidak akan membawanya kembali ke asal. Awan sudah penuh sesak. Ia diminta
turun dengan rintik atau derasnya mengguyur bumi dengan basahnya, menjadi
titik-titik baru di tempat yang baru, menyatu dengan laut, danau, sungai, atau
meresap ke dalam tanah, menjadi kehidupan bagi tetumbuhan, memberi kesegaran
pada dedaunan, atau sekedar menggenang kembali di jalanan, menjadi titik air yang
tidak lagi jernih, menyatu dengan pekatnya lumpur yang kecoklatan.
Posting Komentar